PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
KOMUNIKASI
Masa Depan Radio
Radio
takkan pernah mati, karena peluang berkarirnya banyak." Itulah pernyataan
Drs. Harley Prayudha M.Si.,General Manager Hard Rock FM dan I-Radio FM Bandung,
saat menjadi narasumber pada acara Bincang-bincang Praktisi, Sabtu (18/6) di
kampus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung. Ia menjelaskan, SDM
dibidang penyiaran harus memiliki pengetahuan akademis tentang penyiaran agar
dapat berkembang di dunia penyiaran. Stikom Bandung lah tempat yang cocok untuk
menggali pengetahuan dibidang broadcasting (penyiaran), radio maupun televisi.
Acara bagian ke-2 dari seluruh rangkaian acara Unlock Your Future : Bincang
Praktisi ini, mengangkat topik "Masa Depan Radio Siaran,"
karena melihat perkembangan teknologi informasi di Indonesia membuat geliat
radio siaran kian menjamur, sekaligus memberikan gambaran mengenai peluang
bekerja di dunia radio siaran yang saat ini banyak bermunculan radio berbasis
internet. "Perkembangan radio digital berbasis internet - biasa disebut
radio 2.0 - semakin membuka kesempatan untuk berkarir di dunia penyiaran, serta
menepis anggapan kalau bisnis radio akan mati," tutur pemilik radio online
www.Harleyradioshow.com ini. Nizar salah satu peserta
menuturkan, acara ini sangat menarik karena dapat menambah wawasan baru,
terutama seputar dunia penyiaran yang saat ini sedang berkembang.
Daya saing radio ke depan untuk dapat
bertahan dalam persaingan ditentukan oleh kemampuannya dalam mengantisipasi
perubahan. Demikian benang merah dalam diskusi yang berjudul “Optimalisasi IT
dalam Mendukung Bisnis penyiaran”, yang diselenggarakan di Aula KPID DIY, 23
Juni 2011. Diskusi yang menghadirkan tiga narasumber, yaitu Tri Suparyanto
(Anggota KPID DIY), Chandra Novriadi (Praktisi radio) dan Valen Riyadi (APJII)
tersebut dipandu oleh S Rahmat M Arifin (ketua KPID DIY) sebagai moderator. Dalam
diskusi yang merupakan kerjasama antara KPID DIY dengan Aliansi Wartawan Radio
Indonesia (Alwari) ini dihadiri sekitar 65 praktisi radio se-DIY. Dalam
paparannya, Tri Suparyanto menyatakan bahwa persaingan radio saat ini kian
tajam, baik sesama radio atau dengan media lainnya. Persaingan internal radio
sendiri kini sangat sengit, dimana dari hanya dalam bilangan 800-an radio dalam
dekade lalu, saat ini berkembang lebih dari 2000-an radio baik yang sudah
berijin maupun yang baru memproses.
Sementara itu, praktisi media Valen
Riyadi memaparkan, hingga kini di DIY dan Jateng sekitar 20-an radio yang sudah
bekerja sama dengan JogjaStreamers-portal yang digagasnya, untuk
men-streamingkan siarannya melalui jaringan internet. Meski secara umum
pengakses radio via internet tersebut belum sebanyak pendengarnya yang
mengakses melalui free to air, namun prospek ke depannya cukup menjanjikan. Pembicara
ketiga, Chandra Novriadi lebih mengungkapkan pengalamannya sebagai praktisi
dalam mengintegrasikan internet dalam radio. Pengelola Jaringan Delta Female
Indonesia (JDFI) ini menyampaikan banyaknya keuntungan yang didapat pengelola
dengan mengintegrasikan internet dan radio. Selain spot yang didapat dari siaran
free to air, iklan radio internet pun banyak yang bisa didulang. Walhasil,
konvergensi dalam siaran radio ini mempunyai peluang melipatgandakan pendapatan
dan keuntungan bagi pengelolanya. Dalam paparannya, praktisi senior ini
mencuplik tagline radionya saat ini (JDFI) yang mengaku bukan lagi
sekadar radio tapi sebagai content provider.
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa radio tdk akan pernah hilang
dari kehidupan manusia karena manusia memerlukan informasi untuk mengetahui
peristiwa-peristiwa terkini dan mengantisipasi berbagai perubahan jaman. Saat
ini, manusia dihadapkan dengan begitu banyak informasi. Sementara, kesibukan
sering menghambat upaya mengolah dan menimbang kredibilitas informasi untuk
konsumsi sehari-hari. Hambatan ini sedikit teratasi dengan penyajian informasi
dalam bentuk berita yang padat, singkat dan interaktif oleh radio.
Implikasi Televisi Terhadap Dunia Politik.
Televisi
Dalam Dunia Politik
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional, semenjak pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden pertama kali ditayangkan secara langsung di media televisi. Keberadaan
media televisi di dalam dunia politik menjadi sangat dekat dan memiliki peran
penting terhadap sistem politiknya. Karena beberapa stasiun televisi yang
berlomba-lomba menghadirkan informasi sebanyak dan seaktual mungkin. Mulai dari
acara talkshow, debat kandidat, dialog, atau poling sms. Telah merubah
wajah seluruh sistem politik secara luas dengan pesat dan media televisi ini
tidak hanya mempengaruhi politik dengan focus tayangan, kristalisasi atau
menggoyang opini public, namun secara luas berdampak pada para politisi yang
memiliki otoritas dalam memutuskan kebijakan public.
Media televisi dengan publisitas pemasangan iklan dan ulasan
beritanya juga memiliki kemampuan yang kuat untuk secara langsung mempengaruhi
meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanya politik. Begitu penting dan
besarnya peran berita atau ulasan-ulasan media dalam suatu pemilihan umum, maka
baik staf maupun kandidat politik sebenarnya telah menjadi media itu sendiri.
Begitu besar pengaruh dan peran media televisi dalam
perpolitikan, hendaknya dimanfaatkan secara bijaksana. Terkadang seorang tokoh
atau pihak tertentu yang masih bermasalah di masa silam atau kini nampak begitu
kemilau dan tiba-tiba bersih sehingga masyarakat pun lengah dengan kepahitan
yang pernah ada. Terus berputar pada masa lampau juga tidak akan mencerahkan
bangsa ini, namun melupakan masa lalu juga bukan syarat bagi perbaikan diri,
terlebih suatu bangsa.
Kelemahan media televisi ada pada kecendrungannya untuk
lebih menyorot hal-hal yang ‘menghebohkan’ seperti huru-hara saat demonstrasi,
reaksi elemen masyarakat terhadap kandidat tertentu dan sebagainya. Kecenderungan
ini akhirnya mengabaikan substansi isu politik itu sendiri. Fenomena ini
jauh-jauh hari telah ditegaskan oleh Patterson dan McClure (1976,
dalam Oskamp dan Schultz,1998), “Network news may be fascinating. It may be
highly entertaining. But it simply not informed.”
Media televisi memiliki kemampuan untuk ‘mengatur’
masyarakat, no what to think, but what to think about. Sehingga sering
sekali media televisi menjadikan dirinya sebagai seorang ‘HAKIM’ yang
memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan hukum. Setiap penjelasan yang diberitakan
merupakan sebuah kesimpulan dan pernyataan yang benar, hal ini memaksa
masyarakat untuk menerima yang sudah tersaji dalam menu-nya. Dan hal seperti
inilah yang terjadi dalam kancah dunia politik. Media televisi sering sekali melakukan
‘pembunuhan karakter’ terhadap seseorang yang diberitakan. Seperti peristiwa
yang baru-baru ini terjadi, ketika pemerintah SBY-JK menaikan harga BBM, banyak
yang tidak setuju dan menolak kenaikan BBM. Seluruh Mahasiswa Indonesia
serentak melakukan ‘demo tolak BBM’ tapi pemerintah tidak mengubris sama
sekali. Akhirnya demo berlanjut menjadi anarkis, banyak terjadi kerusakan,
pembakaran dimana-dimana dan perkelahian mahasiswa dengan polisi tak bisa lagi
dihindari. Pemerintah jadi ‘berang’ terhadap demo anarkis yang dilakukan
mahasiswa, dan melakukan investigasi terhadap siapa yang ada dibalik semua ini.
Setelah pemerintah mendapatkan beberapa ‘nama’ yang diduga terlibat dalam
masalah ini. Tetapi media televisi sebagai informan masyarakat menguatkan ‘nama’
tersebut adalah pelakunya dan mengklaim bahwa adanya kepentingan politik
dibalik dari semua ini. Apakah itu namanya bukan pembunuhan karakter, belum
tentu berbuat sudah dikatakan bersalah.
Hendaknya media juga mendorong masyarakat untuk melakukan critical
control, sehingga terjalin kerjasama yang benar-benar secara positif
membawa manfaat dan kontribusi bagi kedua belah pihak : pihak media massa dan
terutama, pihak masyarakat.
Orde Baru pada masa-masa Pemilu yang selalu penuh rekayasa
itu, juga selalu memanfaatkan televisi dalam trik-trik politiknya. Melalui
media televisi, Orde Baru membangun citra-citra yang mampu mengantar rakyat
menilai negatif saingan-saingan politiknya. Televisi mampu membangun opini
masyarakat lewat tayangannya berkali-kali. Sebagai contoh, Orde Baru selalu
menayangkan kampanye-kampanye partai politik saat itu dalam latar belakang atau
kondisi-kondisi rusuh. Kampanye Partai-partai politik saat itu selalu disertai
suasana-suasana kekerasan, kerusuhan dan kebrutalan-kebrutalan sehingga mampu
membangun opini publik bahwa partai-partai tersebut identik dengan kerusuhan.
Citra negatif tersebut terbangun selama masa-masa kampanye akibat gencarnya
televisi menyiarkan pemberitaan yang tidak berimbang dan sepihak.
Efek
televisi dalam sistem politik
Televisi
telah merubah wajah seluruh sistem politik secara luas dengan pesat. Media ini
tidak hanya mempengaruhi politik dengan fokus tayangan, kristalisasi atau
menggoyang opini publik, namun secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki
otoritas dalam memutuskan kebijakan publik. Media, dengan publisitas,
pemasangan iklan dan ulasan beritanya, juga memiliki kemampuan yang kuat untuk
secara langsung mempengaruhi meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanye
politik. Begitu penting dan besarnya peran berita atau ulasan-ulasan media
dalam suatu pemilihan umum, maka baik staf maupun kandidat politik sebenarnya
telah menjadi media itu sendiri.
Masa Depan Televisi
Bagaimana masa depan Industri
televisi? Berikut pandangan Wishnutama (40), Presiden Direktur yang membawahi 2
TV swasta nasional, Trans TV dan Trans 7. “Televisi itu, kan berkaitan erat
dengan perkembangan teknologi. Dalam waktu dekat, televisi akan berubah,”
Wishnutama mengawali perbincangan sambil mulai memantik korek. Lebih jauh Mas
Tama -- sapaan akrabnya -- memaparkan, dalam perkembangan teknologi sekarang,
salah satunya yang terbesar adalah free to air digital television. Stasiun
televisi nantinya bisa menampung lebih dari 12 bahkan sampai 16 pilihan
saluran. Begitu juga dengan jaringan televisi kabel yang sudah banyak digunakan
orang. Ditambah televisi lewat internet, YouTube, dan lain-lain yang sudah
marak.
“Bahkan siapa pun bisa membuat
televisi lewat internet. Tinggal unggah di dunia maya, beri nama Televisiku,
misalnya, bisa. Jadi persaingan sudah sangat keras,” simpul Tama, lulusan
komunikasi di Universitas Mount Ida, Boston, AS. Bersamaan dengan itu,
tantangan yang dihadapi pun bergeser. Bukan lagi soal perizinan dan semacamnya,
melainkan konten. “Siapa yang mampu membuat acara yang baik, kontennya bisa
diterima atau disukai, itu yang akan survive,” jelas Tama. Hanya saja ada satu
hal yang mengganggunya. Tentang lembaga peratingan sekarang yang belum
menjangkau “televisi-televisi tidak biasa” itu.
Beberapa tahun yang lalu, banyak
timbul perdebatan mengenai lamanya kita mau menonton konten di handphone.
Sekarang pertanyaan itu terjawab, semakin banyak orang yang mendownload video
atau menonton TV lewat handphone kemanapun mereka pergi. Boxee, Roku, Netflix
adalah pemain-pemain yang muncul untuk mengambil bagian dari irisan lezatnya
kue revolusi industri TV. Seiring dengan hebatnya kemajuan komputer dan
internet selama dasawarsa terakhir, mendorong pula dikembangkannya teknologi TV
untuk masa depan. TV masa depan itu disebut-sebut sebagai smart TV. Secara
spesifikasi, mungkin kurang lebih sama seperti teknologi yang saat ini sudah
kita lihat, yaitu resolusi layar 3D dan LCD, Seperti TV merek Samsung
dan Sony. Samsung mendefinisikan smart TV sebagai TV yang mempunyai
kemampuan menjalankan aplikasi, mempunyai kemampuan browsing web atau internet,
kemampuan mencari yang mudah dan cepat untuk menemukan apa yang dicari, serta
kemampuan untuk terhubung dengan media sosial. Samsung juga memperkirakan masa
depan “smart” TV ini tergabung dengan media komunikasi lainnya seperti
smartphone. Sony mendefinisikan smart TV sebagai teknologi yang terhubung untuk
seluruh jaringan aplikasi,
Hiburan dan lain sebagainya,
selain itu juga untuk berinteraksi dalam jaringan sosial dan terintegrasi baik
secara internal maupun eksternal terhadap sistem penyedia materi lain seperti
Google TV.
Belum
lagi kehadiran TV commerce dimana penonton bisa langsung memesan selama acara
berlangsung dengan hanya mengklik, menekan tombol remote TV ataupun hanya dengan
satu sentuhan tangan saja. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap cara
berbelanja kita. Melihat itu semua, adalah saatnya bagi kita berinovasi dan
bereksperimen untuk mengambil kesempatan yang terbentang luas di depan mata.
Referensi
·
http://www.avicennacenter.com/iklan-politik-televisi
·
http://ibrahimjr.wordpress.com/
·
http://srimarlina.wordpress.com/2010/05/06/bagaimanakah-masa-depan-tv/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar