PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL (IPS) SISWA
KELAS IV SD NEGERI 11
KENDARI BARAT
PROPOSAL
Oleh
NETI
A1B4 08 235
fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
univeRsitas HALUOLEO
kendari
2011
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan
Pembimbing II untuk mengikuti ujian Seminar Skripsi pada Program Studi PGSD
Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
Kendari, Juli
2011
Pembimbing I Pembimbing
II
Drs. Surdin, M.Pd Muh.
Abas, S.Pd., M.Si
NIP.19601231 198903 1 024 NIP.19710721
200501 1 003
ABSTRAK
Neti, (A1B4 08 235). Penerapan
Model Pembelajaran Kontekstual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat.
Rumusan masalah
penelitian ini adalah apakah penerapan model
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat. Tujuan penelitian ini adalah: untuk
mengetahui peningkatan penerapan model pembelajaran kontekstual dalam
meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD
Negeri 11 Kendari Barat. Manfaat penelitian
ini adalah: Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) bagi guru : dapat mengetahui model pembelajaran
yang dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar IPS sehingga konsep-konsep IPS yang diajarkan dapat
dikuasai siswa dengan baik. (2) bagi
siswa : membantu siswa kelas SD Negeri 11 Kendari Barat dalam upaya meningkatkan hasil belajarnya terhadap
pembelajaran IPS melalui penerapan model
pembelajaran kontekstual. (3) bagi sekolah : menjadi bahan masukan dalam memilih model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas
pembelajaran IPS di sekolah. (4) bagi
peneliti, dapat
digunakan sebagai salah satu sumber referensi untuk mengadakan penelitian
berikutnya, yang relevan dengan
penelitian ini.
Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai pada faktor yang diselidiki. Berdasarkan hasil tes
tindakan siklus I diperoleh bahwa hasil belajar siswa secara klasikal terhadap
materi pelajaran IPS sebesar 52,64% atau sebanyak 10 siswa yang memperoleh
nilai > 65 dengan nilai rata-rata 63,31 sedangkan hasil evaluasi
tindakan siklus II diperoleh bahwa hasil belajar siswa secara klasikal terhadap materi pelajaran IPS sebesar 89,47%
atau sebanyak 17 siswa yang memperoleh nilai > 65 dengan nilai
rata-rata 70,31.
Dari
hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada setiap siklus tindakan, maka dapat
disimpulkan melalui penerapan model pembelajaran kontekstual, hasil belajar IPS
siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat dapat ditingkatkan.
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayat
yang diberikan kepada peneliti sehingga penyusunan hasil penelitian ini dapat
terselesaikan. Peneliti menyadari bahwa seluruh rangkaian kegiatan penelitian
mulai dari tahap penyusunan proposal hingga penyelesaian penyusunan hasil
penelitian ini senantiasa mendapat bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Drs. Surdin, M.Pd selaku pembimbing I dan Muh. Abas, S.Pd., M.Si selaku
pembimbing II atas segala waktu yang diluangkan untuk membimbing dan memberikan
arahan-arahan kepada peneliti hingga selesainya laporan hasil penelitian ini.
Ucapan
terima kasih juga peneliti haturkan kepada berbagai pihak yang langsung maupun
tidak langsung membantu peneliti terutama kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.
selaku Rektor Universitas Haluoleo
2.
Drs. H. Barlian, M.Pd. selaku Dekan FKIP
Universitas Haluoleo.
3.
Drs. La Anse, S.Pd., M.Pd selaku Ketua
Jurusan Ilmu Pendidikan.
4.
Dra. Dorce Banne Pabunga, M.Pd selaku
ketua Program Studi PGSD.
5.
Dosen serta staf administrasi dalam
lingkungan FKIP Universitas Haluoleo.
6.
Hj. Arabi Dangga selaku Kepala SD Negeri
11 Kendari Barat dan seluruh dewan guru SD Negeri 11 Kendari Barat yang turut
membantu dalam pelaksanaan penelitian
ini.
Terkhusus
tulisan ini kupersembahkan sebagai tanda bukti kesyukuranku kepada Allah Azza
Wajalla dalam menuntut ilmu dan ungkapan rasa sayangku yang tak terhingga
kepada ayah dan bundaku tercinta Abdul Rays dan Muna dan
suamiku tercinta Sidarisman serta anak-anakku Muhammad Reynaldi dan Reski Icha yang
senantiasa memberikan
inspirasi, semangat, motivasi dan doanya yang begitu berarti dalam penyusunan
hasil penelitian ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik
dari semua pihak yang telah turut membantu peneliti dan semoga laporan hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kendari, Juni 2011
Peneliti
Daftar isi
Halaman
Halaman
Judul ........................................................................................ i
Halaman
pengesahan ......................................................................... ii
abstrak ........................................................................................................ iii
kata
pengantar....................................................................................... iv
Daftar
isi .................................................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang .......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ...................................................................... 4
C.
Tujuan
Penelitian ……............................................................. 5
D.
Manfaat
Penelitian ..................................................................... 5
BAB II Kajian Pustaka
- Kajian Teori................................................................................ 6
- Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... 25
- Kerangka Pemikiran .................................................................. 25
- Hipotesis Tindakan..................................................................... 27
bab iii METODE PENELITIAN
A.
Waktu
dan Tempat Penelitian ................................................... 28
B.
Jenis
Penelitian .......................................................................... 28
C.
Faktor
yang di Teliti................................................................... 28
D.
Prosedur
Penelitian .................................................................... 29
E.
Data
dan Sumber Data............................................................... 31
F.
Teknik
Pengambilan dan Analisis Data ..................................... 31
G.
Indikator
Kinerja ....................................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
a. Hasil Penelitian
Setting Penelitian ............................................. 33
b. Pembahasan ............................................................................... 45
BAB V PENUTUP
a. Hasil Penelitian
Setting Penelitian ............................................. 49
b. Pembahasan ............................................................................... 49
Daftar
pustaka ....................................................................................... 50
LAMPIRAN
..................................................................................................... 51
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga pendidikan
berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan diri di
berbagai bidang baik sarana dan prasarana, pelayanan administrasi dan informasi
serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru
saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan
keluaran atau out put proses
pengajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci
utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam
sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan.
Salah satu peran guru sebagai
tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu pendidikan adalah menciptakan
pembelajaran yang berkualitas dalam kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru agar anak didik mudah memahami
materi yang diberikan guru. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar maka
siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Guru dituntut untuk
mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga
hasil belajar siswa memuaskan.
Pembelajaran merupakan serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa
serta sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara aktif, efektif, dan efisien. Pembelajaran merupakan sesuatu
yang kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran
harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun
tindakan.
Kenyataan umum yang dapat dijumpai di sekolah dasar menunjukkan
bahwa sebagian besar pembelajaran IPS diberikan secara klasikal dengan model pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran
konsep yang bersifat hafalan dan di dominasi guru tanpa banyak melihat kemungkinan
penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia.
Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh
guru tersebut dan tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha memahami
apa yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Somerset dan Suryanto dalam Angkowo (2007:33)
yang menyebutkan bahwa pembelajaran klasikal yang didominasi oleh guru
mengakibatkan siswa kurang mencerna materi secara aktif dan konstruktif dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan
kurang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga berpengaruh pada rendahnya
hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi di SD
Negeri 11 Kendari Barat diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa kelas IV pada
mata pelajaran IPS masih tergolong rendah. Hal ini diambil dari hasil ulangan
tahun ajaran 2009/2010 materi yang sama, dari jumlah siswa 19 orang, hanya 8 orang
atau 42,10% yang memiliki nilai di atas 65,00 sedangkan 11 orang atau 57,89%
memiliki nilai di bawah 65,00. Nilai ini belum memenuhi kriteria minimal kelulusan
(KKM) yang telah ditetapkan oleh SD Negeri 11 Kendari Barat yaitu 75% dari
jumlah siswa memiliki nilai 65,00 secara perorangan.
Dari
hasil pengamatan pada proses pembelajaran di kelas guru masih menggunakan model
pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan.
Selama ini proses pembelajaran berpusat atau terfokus pada guru, serta dalam
pelaksanaannya guru memegang kendali, memainkan peran aktif, sedangkan siswa cenderung
pasif dalam menerima informasi, pengetahuan dan keterampilan dari guru. Peneliti
menduga model pembelajaran inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya
hasil belajar IPS siswa SD Negeri 11 Kendari Barat.
Salah satu upaya meningkatkan hasil
belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru sebagai
motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu mengembangkan atau menumbuhkan
motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran tersebut dapat dicerna dengan baik
oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator, harus senantiasa
memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan siswa dalam memahami
pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Untuk
mengatasi hal ini, guru
diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi dan
mengaktifkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif
model pembelajaran yang timbul dari kegiatan pembelajaran yaitu model pembelajaran
kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan pengenalan
lingkungan berdasarkan contoh yang kongkrit atau nyata sehingga permasalahan
yang timbul dari aktifitas siswa dan hasil belajar siswa dapat teratasi.
Pembelajaran kontekstual
adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan membuat
hubungan antara pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami materi
yang diberikan.
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah penerapan
model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat?“
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD
Negeri 11 Kendari Barat dalam menerapkan
model pembelajaran kontekstual.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah:
1.
Bagi guru : dapat mengetahui model pembelajaran
yang dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil
belajar IPS sehingga konsep-konsep IPS yang
diajarkan dapat dikuasai siswa dengan baik.
2.
Bagi siswa : membantu siswa kelas SD Negeri 11 Kendari Barat dalam upaya meningkatkan
hasil belajarnya terhadap pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kontekstual.
3.
Bagi sekolah : menjadi
bahan masukan dalam memilih model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas
pembelajaran IPS di sekolah.
4.
Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai salah satu
sumber referensi untuk mengadakan penelitian berikutnya, yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian
Teori.
1.
Pengertian Belajar dan Pembelajaran.
Belajar
adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut
terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi
yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi,
dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana
keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar.
Crow dan Crow dalam Afrilianto (2009: 8) menyatakan seseorang dikatakan
mengalami proses belajar jika ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam
menguasai ilmu pengetahuan. Kemudian Slameto dalam Afrilianto (2009: 9)
menambahkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sudjana (2000: 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pemahaman, pengetahuan, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan
lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.
Dari uraian di atas, kata kunci dari defenisi belajar adalah perubahan
tingkah laku. Perubahan yang disadari sehingga mengakibatkan bertambahnya
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi
individu dengan lingkungannya.
Istilah pembelajaran merupakan padanan
dari kata dalam bahasa inggris instruction, yang berarti proses membuat orang
belajar. Tujuannya adalah membantu orang belajar, atau manipulasi (merekayasa)
lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs
dalam Depdiknas (2003: 26) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian
evens (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja dirancang untuk
mempengaruhi siswa (pembelajar) sehingga proses belajarnya dapat berlangsung
dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan
oleh guru saja melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin
mempunyai pengaruh langsung dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya Dimyanti dan Mudjiono
dalam Sagala, (2005: 62) mengatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru
secara terpogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara
aktif yang menekankan pada penyediaan bahan ajar. Dengan demikian pembelajaran
sebagai proses belajar harus ditekankan pada usaha untuk mengembangkan
kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa
serta dapat meningkatkan kemampuan menginstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Oleh karena itu, mengembangkan kegiatan pembelajaran
haruslah dirancang untuk memberikan pengalaman belajar pada peserta didik.
Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Selain itu, kegiatan
pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada pengajar, khususnya siswa
agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional. Kegiatan
pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara
berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
2.
Hasil
Belajar IPS.
Hasil belajar merupakan kemampuan
yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Hasil belajar yang berkualitas
dapat diketahui apabila dalam diri individu terjadi suatu perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Ahiri
(2008:2-5) hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a).
Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan
cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada
kurikulum sekolah, Sedangkan menurut Reigeluth dalam Ahiri, (2008:4) mengatakan
bahwa hasil belajar dapat diukur dari tinggi rendahnya kemampuan belajar
seseorang yang ditunjukkan oleh adanya perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman.
Bloom dalam Ahiri, (2008:5-7)
mengelompokkan hasil belajar atas 3 aspek, yaitu:
a.
Aspek kognitif
berhubungan dengan perubahan pengetahuan.
b.
Aspek afektif
berhubungan dengan perkembangan atau perubahan sikap.
c.
Aspek psikomotor
berhubungan dengan penguasaan keterampilan motorik.
Aspek kognitif memfokuskan pada
kemampuan berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah, pada aspek afektif
berkaitan dengan nilai dan sikap, minat dan apresiasi. Sedangkan aspek
psikomotor berkaitan dengan belajar yang dimiliki siswa meliputi cara-cara yang
berkaitan dengan mengikuti mata
pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku,
belajar kelompok, mempersiapkan ujian, menindak lanjuti hasil ujian,
mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan,
kecerdasan, sikap, dan cita-cita.
Ada pun faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu :
1.
Faktor Internal (dari dalam
individu yang belajar).
Faktor yang mempengaruhi
kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang
belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor
psikologis, antara lain yaitu : motivasi,
perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2.
Faktor Eksternal (dari luar
individu yang belajar).
Pencapaian tujuan belajar
perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan
berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah
mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan
sikap (Angkowo, 2007 : 51).
Hasil belajar IPS siswa merupakan
suatu perubahan yang terjadi dalam diri siswa setelah melakukan suatu proses
belajar IPS Berdasarkan
penilaian yang dilaksanakan guru di sekolah, maka hasil belajar IPS siswa
dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk angka (kuantitatif) dan pernyataan
verbal (kualitatif). Hasil belajar yang dituangkan dalam bentuk angka misalnya
10, 9, 8, dan seterusnya. Sedangkan hasil belajar yang dituangkan dalam bentuk
pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang, dan sebagainya (Djuwairiyah, 2007:16).
3.
Model
Pembelajaran Kontekstual
a.
Konsep
Dasar Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual
adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, minimal tiga
hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, Pembelajaran kontekstual
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks Pembelajaran kontekstual
tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan
tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, Pembelajaran kontekstual
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara
fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, Pembelajaran kontekstual
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya Pembelajaran kontekstual
bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan
tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual
sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas.
(Syaefudin, 2009:168-172) Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Komponen
tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), penilaian
nyata (authentic assessment).
1)
Konstruktivisme.
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek
tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu
tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang
melihat dan mengonstruksinya.
2)
Inkuiri.
Asas kedua dalam
pembelajaran kontekstual
adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan
bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah
mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran
yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi
secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara
utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.
3)
Bertanya
(questioning).
Bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai
refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran
melalui pembelajaran kontekstual,
guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa
dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab
melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan
setiap materi yang dipelajarinya. Dalam suatu
pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: (1)
menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran;
(2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan
siswa terhadap sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan
(5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4)
Masyarakat
belajar (learning community).
Masyarakat
belajar (learning community). Dalam pembelajaran
kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar
dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa
dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.
Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar
didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu
didorong untuk menularkannya pada yang lain.
5)
Pemodelan
(modeling).
Pemodelan (modeling). Maksudnya adalah, proses
pembelajaran dengan menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah
alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga
memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh
bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana
cara mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
6)
Refleksi
(reflection).
Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan
pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali
kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses
refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa
terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah
dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya dunia pendidikan.
7)
Penilaian
nyata (authentic assessment).
Penilaian nyata
(authentic assessment) adalah proses
yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar
yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki
pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental
siswa.
b.
Karakteristik
dan Prinsip Model Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan
pengertian dan konsep model pembelajaran kontekstual, menurut (Syaefudin, 2009:162-164)
terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kontekstual seperti:
1.
Pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang memiliki keterkaitan antara
yang satu dengan yamg lainnya.
2.
Pembelajaran
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
detailnya.
3.
Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge),
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut.
4.
Mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan tingkah
laku yang diperolehnya dari pengetahuan.
5.
Melakukan
refleksi (reflecting knowledge)
terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi
Serta dalam pembelajaran
kontekstual, selain konsep dan
karakteristik model pembelajaran kontekstual ada pula prinsip-prinsip model
pembelajaran kontekstual yaitu : (Elaine B. Jhonson dalam Syaefudin,
2009:165-167) mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada tiga
prinsip utama yang sering digunakan , yaitu: saling ketergantungan ( interdepence ), diferensiasi ( differetiation ), dan perorganisasian ( self organization ).
1)
Prinsip
saling ketergantungan, menurut hasil
kajian para ilmuan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan
tergantung. Begitu pula dala pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan
suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja,
di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan
tergantung pada guru, kepala sekolah, tata usaha, orang tua siswa, dan
narasumber yang ada di sekitarnya.
2)
Dalam
proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan media ajar, sumber belajar,
media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan lingkungan.
3)
Prinsip
diferensiasi, yang menunjukkan kepada sifat alam yang secara terus menerus
menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Diferensiasi bukan hanya
menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga
kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam
keterpaduan yang bersifat simbiosis atau saling menguntungkan. Apabila para
pendidik memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuan modern bahwa prinsip
diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan berpengaruh pada alam
semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para pendidik juga dituntut untuk
mendidik, mengajar, melatih, membimbing, sejalan dengan prinsip diferensiasi
dan harmoni alam semesta ini.
4)
Prinsip
organisasi diri, setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta ini mempunyai
potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari
yang lain. Tiap hal mempunyai organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran
diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, ang
memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya.
Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah
agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan menerapkan semua potensi yang
dimilikinya seoptimal mungkin.
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kontekstual
No
|
Aspek
pembelajaran
|
Aktifitas
Guru
|
Aktifitas
Siswa
|
Asas pembelajaran CTL
|
1.
|
Tahap
perencanaan
|
-
Menyampaikan tujuan pembelajaran
sesuai dengan model CTL
-
Memberikan apersepsi
Memotivasi siswa.
|
-
Mencermati apa yang disampaikan oleh
guru.
-
Menjawab hal-hal yang diketahui
tentang materi pelajaran.
|
-
Konstrukti
visme
-
Tanya jawab
|
2.
|
Tahap Pelaksanaan
|
-
Menjelaskan pelajaran menggunakan
model CTL
-
Menyiapkan LKS
-
Membagikan LKS berdasarkan model CTL dan membimbing
siswa dalam mengisi LKS.
|
-
Menyimak penjelasan guru dan mencatat
hal-hal penting yang berkaitan dengan materi.
-
Mengerjakan tugas dalam LKS sesuai
dengan model CTL dan aktif dalam bertanya.
|
-
Inquiri
-
Diskusi
-
Pemodelan
|
3.
|
Tahap Evaluasi
|
-
Evaluasi
-
Memberikan penghargaan.
-
Memeriksa hasil jawaban siswa.
-
Menilai pekerjaan siswa.
|
-
Menyimpul-
kan materi pelajaran dengan dibimbing guru.
|
-
Refleksi
-
Penilaian nyata
|
Jhonson dalam Syaefudin, 2009:168)
4.
Konsep Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
1. Hakikat Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
Hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia
sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupannya manusia harus menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari
lingkungannya maupun sebagai hidup bersama, ilmu pengetahuan sosial (IPS)
memandang manusia dari berbagai sudut pandang.
Ilmu
pengetahuan sosial (IPS) melihat bagaimana manusia hidup bersama dengan sesamanya, dengan
tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh. Bagaimana keserasian hidup
dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia maupun linkungan alamnya.
Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
kata lain bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah manusia dan lingkungannya.
Setiap
manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya dengan ibu
yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia taman
kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan
gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan
bertambah luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial
dari kehidupan masyarakat disekitarnya.
Dari
pengalaman tersebut anak akan mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya
bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang
yang lebih tua, sebagai anggota masyarakat harus mentaati aturan atau
norma-norma yang berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar
dan salah. Semua pengetahauan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat
dikatakan sebagai “pengetahuan sosial” dengan demikian dalam diri kita
masing-masing dengan kadar yang berbeda-beda, sebenarnya telah terbina
pengetahuan sosial tersebut sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan
kenal setelah secara formal memasuki bangku sekolah
Dari
kenyataan di atas dapat kita ketahui bahwa antara aspek-aspek kehidupan itu
saling ada keterkaitan, aspek ekonomi terkait dengan aspek psikologi dan
sosial-budaya. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar memenuhi aspek ekonomi
tetapi manusia juga perlu untuk menambah pengetahuan, seperti yang anda lakukan
sekarang ini.
2. Pengertian Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
Sampai
saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu
tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,
disiplin ilmu-ilmu sosial (social
science), maupun ilmu pendidikan Sumantri dalam Hidayati dkk
(2008:3) Social Science Education Council (SSEC) dan National
Council For Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”.
Nama
ilmu
pengetahuan sosial (IPS) dalam pendidikan dasar dan menengah di Indonesia muncul bersamaan dengan
diberlakukanya kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini,
maka IPS sabagai bidang studi masih “baru”. Disebut demikian karena cara
pandang yang di anutnya memang dianggap baru, walaupun bahan yang dikaji
bukanlah hal yang baru. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang
bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu
politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.
Perpaduan ini dimungkinkan karena mata pelajaran tersebut memiliki obyek
material kajian yang sama yaitu manusia.
Hamid
Hasan (1996:92)
mengungkapkan bahwa pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) diartikan sebagai
pendidikan pengetahuan sosial (PS) maupun dalam pengertian pendidikan ilmu-ilmu
sosial (IS). IPS dalam pengertian pendidikan pengetahuan sosial dan budaya.
Kurikulum yang demikian bertujuan untuk mendidik siswa mengembangkan kemampuan
berfikir, sikap, dan nilai untuk dirinya sebagai individu dan maupun sebagai
makhluk sosial dan budaya. IPS dalam pengertian pendidikan disiplin ilmu sosial
dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum disiplin ilmu. Kurikulum yang demikian akan memakai nama disiplin ilmu sebagai
‘label’ programnya (mata pelajaran) dan juga tujuannya sangat erat hubungannya dengan
tujuan disiplin ilmu.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, maka PIPS merupakan salah satu bidang kajian yang
diberikan dalam pendidikan formal sejak siswa duduk di Sekolah Dasar sampai
Pendidikan Menengah dalam rangka mendukung ketercapaian tujuan pendidikan
nasional. Pada jenjang pendidikan dasar IPS merujuk pada mata pelajaran,
sedangkan pada jenjang sekolah menengah digunakan dalam hal penjurusan bidang
studi, serta pada jenjang Pendidikan Timggi (khususnya LPTK), PIPS merupakan
label untuk salah satu fakultas, atau jurusan, yaitu Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial (di IKIP) dan Jurusan Pendidikan IPS (di FKIP).
3. Materi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Mempelajari
IPS pada hakekatnya adalah menelaah interarksi antara individu dan masyarakat
dengan lingkungan (fisik dan sosial-budaya). Materi IPS digali dari segala
aspek kehidupan praktis sehari-hari dimasyarakat. Oleh karena itu, pengajaran
IPS yang melupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu
bidang ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan, menurut Mulyono Tjokrodikaryo dalam Hidayati dkk
(2008 : 26)
Ada
lima macam sumber materi IPS antara lain :
a.
Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi disekitar anak sejak dari
keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan dunia
dengan berbagai permasalahannya.
b.
Kegiatan manusia misalnya : mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi.
c.
Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi
yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d.
Kehidupan masa lampau, perkembangan
kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai
yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
c.
Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian,
permainan dan keluarga.
Dengan
demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi ilmu
pengetahuan sosial (IPS) sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS
yang diperoleh anak didalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus
diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari dimasyarakat.
4.
Tujuan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
Setiap
usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidikan
dapat menentukan
usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya
diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga didalam negara kita telah
dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah
Negara Pancasila dan UUD 1945,
berdasarkan pada falsafah Negara tersebut, maka telah
dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan
untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi
dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama
manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”
Berkaitan
dengan tujuan pendidikan diatas, kemudian apa tujuan dari pendidikan IPS yang
akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan
disesuiakan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak.
Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan
bahwa, pengetahuan sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk :
1.
Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi,
sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan
kreatif, inquiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik
secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan
pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS)
menurut Nursid Sumaatmadja
dalam
Hidayati dkk (2008:24) adalah
membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat
dan negara. Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan ilmu
pengetahuan sosial (IPS) berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan
pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan. Oemar Hamalik dalam Hidayati dkk
(200:24).
B. Hasil Penelitian Yang
Relevan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Irbawati (2010) mengungkapkan
penelitian dengan judul “penerapan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan
hasil belajar siswa kelas IV mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di SD Negeri 1 Besulutu Kab. Konawe”. Menyimpulkan bahwa
melalui penerapan pendekatan kontekstual hasil belajar siswa pada mata
pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) dapat ditingkatkan.
C. Kerangka Berpikir.
Salah satu upaya meningkatkan hasil
belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru sebagai
motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu mengembangkan atau menumbuhkan
motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran tersebut dapat dicerna dengan baik
oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator, harus senantiasa
memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan siswa dalam memahami
pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Untuk mengajarkan konsep ilmu
pengetahuan sosial (IPS), guru sebaiknya memperhatikan kondisi
siswa yang diajarnya, dalam hal ini kesiapan siswa, perbedaan kemampuan siswa
dan tingkah laku dalam menerima pelajaran serta penggunaan model pembelajaran
yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Menyikapi rendahnya pemahaman siswa
pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS), maka guru harus memperhatikan
perkembangan intelektual siswa, pengalaman belajar dan interaksi belajar siswa.
Dalam hal ini
guru dapat memberikan perlakuan pada proses pembelajaran dalam rangka
meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. Untuk
itu, salah satu salah satu alternatif model pembelajaran yang timbul dari
kegiatan pembelajaran yaitu model pembelajaran kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan pengenalan lingkungan
berdasarkan contoh yang kongkrit atau nyata. Model pembelajaran kontekstual ini mempunyai keuntungan untuk meningkatkan aktifitas siswa
dan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa.
Konsep kerangka berpikir tersebut
dapat dilihat pada bagan 1 sebagai berikut:
Bagan
1. Kerangka Berpikir
Model Pembelajaran Kontektual
|
INPUT
- Guru
- Siswa
|
OUTPUT
- Aktifitas Belajar Meningkat
- Hasil Belajar Meningkat
|
PROSES
PEMBELAJARAN
|
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
tinjauan pustaka, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui
penerapan model pembelajaran pembelajaran
kontekstual,
hasil belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa kelas V SD Negeri 11 Kendari
Barat dapat ditingkatkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu
dan Tempat Penelitian
1. Waktu
penelitian: semester genap tahun pelajaran 2010/2011.
2. Tempat:
kelas IV SD
Negeri 11 Kendari Barat.
B. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian
tindakan kelas (classroom action research),
yang disingkat PTK yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk
meningkatkan keaktifan siswa. Sehingga penelitian ini difokuskan pada
tindakan-tindakan sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam
belajar ilmu pendidikan sosial (IPS).
C. Faktor
yang Diteliti
Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas, ada
beberapa faktor yang ingin diteliti.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Faktor siswa: untuk melihat minat dan
kemampuan siswa dalam mempelajari IPS
2.
Faktor guru: untuk melihat bagaimana
materi pelajaran dipersiapkan dan bagaimana teknik guru dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual.
D. Prosedur
Penelitian
Prosedur
penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus, dimana pada siklus
I akan dilakukan 2 kali pertemuan dan
begitu pun pada siklus ke II akan dilaksanakan 2 kali pertemuan dan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti
apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Untuk dapat mengetahui
hasil belajar siswa sebelum diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes
awal sebagai bahan acuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa.
Dari hasil
observasi dan evaluasi awal maka pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
mengikuti prosedur berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi dan evaluasi, (4) refleksi. Secara rinci prosedur penelitian tindakan
kelas ini untuk tiap siklusnya dijabarkan sebagai berikut:
1) Perencanaan;
kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:
a. Membuat
skenario pembelajaran.
b. Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas
ketika model pembelajaran
kontekstual
diaplikasikan.
c. Menyiapkan
alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami
konsep-konsep IPS dengan baik.
d. Mendesain
alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai siswa.
e. Menyiapkan
jurnal.
2) Pelaksanaan
tindakan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario
pembelajaran yang telah dibuat.
3) Observasi
dan evaluasi; pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dan melakukan evaluasi.
4) Refleksi;
hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan serta
dianalisis dalam tahap ini kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang
terjadi pada siklus akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
Adapun rencana kegiatan penelitian
ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
|
||||||
|
||||||
(Tim Proyek PGSM, 1999:27) telah dikembangkan.
E. Data
dan Sumber Data
1. Jenis
data: jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data
kuantitatif.
2. Sumber
data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru.
F.
Teknik
Pengumpulan dan Analisis Data
1.
Teknik Pengumpulan Data
a. Data
tentang proses pelaksanaan model pembelajaran kontektual diambil dengan menggunakan lembar observasi.
b. Data
tentang hasil belajar siswa diambil menggunakan tes hasil belajar.
c. Data
tentang refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal.
2.
Teknik Analisis Data
Menurut Mames dalam Muhammad Rustam (2010: 53) untuk mengetahui tingkat penguasaan atau
ketuntasan belajar, menggunakan rumus sebagai berikut:
1.
Analisis Hasil Belajar
Ketuntasan hasil belajar siswa
telah tercapai bila minamal 75% dari jumlah siswa telah mencapai rerata nilai
65,00 secara perorangan
2. Analisis Aktivitas Guru
dan Aktvitas Siswa.
Data hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa melalui lembar observasi diolah
secara manual kemudian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel
persentase.
G. Indikator
Kinerja
Keberhasilan penelitian
ini dapat dilihat dari dua segi yaitu : Pertama, dari segi proses dikategorikan berhasil
apabila minimal 80% proses pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan skenario
pembelajaran. Kedua, dari segi hasilnya tindakan dikategorikan berhasil
apabila minimal 75% siswa telah
memperoleh nilai minimal 65,00 secara perorangan. Hal ini merupakan ketetapan
sekolah yang diterapkan di SD Negeri 11 Kendari Barat dikatakan
telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan apabila siswa tersebut
telah memperoleh nilai minimal 65,00 (berdasarkan hasil laporan di sekolah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar