Rabu, 06 Juni 2012

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SISWA KELAS IV SD NEGERI 11 KENDARI BARAT


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL (IPS) SISWA KELAS IV SD NEGERI 11
KENDARI BARAT






PROPOSAL
Oleh


NETI
A1B4 08 235



fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
univeRsitas HALUOLEO
kendari
2011


HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II untuk mengikuti ujian Seminar Skripsi pada Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan  Universitas Haluoleo.

Kendari,  Juli  2011

Pembimbing I                                                                 Pembimbing II

Drs. Surdin, M.Pd                                                        Muh. Abas, S.Pd., M.Si
NIP.19601231 198903 1 024                                         NIP.19710721 200501 1 003






ABSTRAK
Neti, (A1B4 08 235). Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri 11 Kendari  Barat.
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari  Barat. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui peningkatan penerapan model pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat. Manfaat penelitian  ini adalah: Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) bagi guru : dapat mengetahui model pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar IPS sehingga konsep-konsep IPS yang diajarkan dapat dikuasai siswa dengan baik. (2) bagi siswa : membantu siswa kelas  SD Negeri 11 Kendari Barat dalam upaya meningkatkan hasil belajarnya terhadap pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kontekstual. (3) bagi sekolah : menjadi bahan masukan dalam memilih model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas pembelajaran IPS di sekolah. (4) bagi peneliti, dapat digunakan sebagai salah satu sumber referensi untuk mengadakan penelitian berikutnya,  yang relevan dengan penelitian ini.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor yang diselidiki. Berdasarkan hasil tes tindakan siklus I diperoleh bahwa hasil belajar siswa secara klasikal terhadap materi pelajaran IPS sebesar 52,64% atau sebanyak 10 siswa yang memperoleh nilai > 65 dengan nilai rata-rata 63,31 sedangkan hasil evaluasi tindakan siklus II diperoleh bahwa hasil belajar siswa secara klasikal  terhadap materi pelajaran IPS sebesar 89,47% atau sebanyak 17 siswa yang memperoleh nilai > 65 dengan nilai rata-rata 70,31.
Dari hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada setiap siklus tindakan, maka dapat disimpulkan melalui penerapan model pembelajaran kontekstual, hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat dapat ditingkatkan.





KATA PENGANTAR

Segala puji  dan syukur peneliti panjatkan  ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayat yang diberikan kepada peneliti sehingga penyusunan hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Peneliti menyadari bahwa seluruh rangkaian kegiatan penelitian mulai dari tahap penyusunan proposal hingga penyelesaian penyusunan hasil penelitian ini senantiasa mendapat bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya  kepada  Drs. Surdin, M.Pd            selaku pembimbing I dan Muh. Abas, S.Pd., M.Si selaku pembimbing II atas segala waktu yang diluangkan untuk membimbing dan memberikan arahan-arahan kepada peneliti hingga selesainya laporan hasil penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga peneliti haturkan kepada berbagai pihak yang langsung maupun tidak langsung membantu peneliti terutama kepada:
1.      Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S. selaku Rektor Universitas Haluoleo
2.      Drs. H. Barlian, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Haluoleo.
3.      Drs. La Anse, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.
4.      Dra. Dorce Banne Pabunga, M.Pd selaku ketua Program Studi PGSD.
5.      Dosen serta staf administrasi dalam lingkungan FKIP Universitas Haluoleo.
6.      Hj. Arabi Dangga selaku Kepala SD Negeri 11 Kendari Barat dan seluruh dewan guru SD Negeri 11 Kendari Barat yang turut membantu dalam pelaksanaan  penelitian ini.
Terkhusus tulisan ini kupersembahkan sebagai tanda bukti kesyukuranku kepada Allah Azza Wajalla dalam menuntut ilmu dan ungkapan rasa sayangku yang tak terhingga kepada ayah dan bundaku tercinta Abdul Rays dan Muna dan suamiku tercinta Sidarisman serta anak-anakku Muhammad Reynaldi dan Reski Icha yang senantiasa memberikan inspirasi, semangat, motivasi dan doanya yang begitu berarti dalam penyusunan hasil penelitian ini.
            Semoga Allah SWT membalas budi baik dari semua pihak yang telah turut membantu peneliti dan semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kendari,   Juni  2011

Peneliti








Daftar isi

Halaman
Halaman Judul ........................................................................................             i
Halaman pengesahan .........................................................................            ii
abstrak ........................................................................................................           iii
kata pengantar.......................................................................................           iv
Daftar isi ....................................................................................................            v

BAB I        Pendahuluan
A.    Latar Belakang ..........................................................................            1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................            4
C.     Tujuan Penelitian   …….............................................................            5
D.    Manfaat Penelitian .....................................................................            5
BAB II      Kajian Pustaka
    1. Kajian Teori................................................................................            6
    2. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................          25
    3. Kerangka Pemikiran ..................................................................          25
    4. Hipotesis Tindakan.....................................................................          27
bab iii     METODE PENELITIAN
A.    Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................          28
B.     Jenis Penelitian ..........................................................................          28
C.     Faktor yang di Teliti...................................................................          28
D.    Prosedur Penelitian ....................................................................          29
E.     Data dan Sumber Data...............................................................          31
F.      Teknik Pengambilan dan Analisis Data .....................................          31
G.    Indikator Kinerja .......................................................................          32
BAB IV   HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.       Hasil Penelitian Setting Penelitian .............................................          33
b.       Pembahasan ...............................................................................          45
BAB V    PENUTUP
a.       Hasil Penelitian Setting Penelitian .............................................          49
b.       Pembahasan ...............................................................................          49
Daftar pustaka .......................................................................................          50
LAMPIRAN .....................................................................................................          51

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan diri di berbagai bidang baik sarana dan prasarana, pelayanan administrasi dan informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan keluaran atau out put proses pengajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan.
Salah satu peran guru sebagai tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu pendidikan adalah menciptakan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru agar anak didik mudah memahami materi yang diberikan guru. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar maka siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Guru dituntut untuk mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa memuaskan.
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa serta sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan efisien. Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan.
Kenyataan umum yang dapat dijumpai di sekolah dasar menunjukkan bahwa sebagian besar pembelajaran IPS diberikan secara klasikal dengan model pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan dan di dominasi guru tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut dan tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha memahami apa yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Somerset dan Suryanto dalam Angkowo (2007:33) yang menyebutkan bahwa pembelajaran klasikal yang didominasi oleh guru mengakibatkan siswa kurang mencerna materi secara aktif dan konstruktif dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan kurang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 11 Kendari Barat diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS masih tergolong rendah. Hal ini diambil dari hasil ulangan tahun ajaran 2009/2010 materi yang sama, dari jumlah siswa 19 orang, hanya 8 orang atau 42,10% yang memiliki nilai di atas 65,00 sedangkan 11 orang atau 57,89% memiliki nilai di bawah 65,00. Nilai ini belum memenuhi kriteria minimal kelulusan (KKM) yang telah ditetapkan oleh SD Negeri 11 Kendari Barat yaitu 75% dari jumlah siswa memiliki nilai 65,00 secara perorangan.
Dari hasil pengamatan pada proses pembelajaran di kelas guru masih menggunakan model pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan. Selama ini proses pembelajaran berpusat atau terfokus pada guru, serta dalam pelaksanaannya guru memegang kendali, memainkan peran aktif, sedangkan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi, pengetahuan dan keterampilan dari guru. Peneliti menduga model pembelajaran inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar IPS siswa SD Negeri 11 Kendari Barat.
Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru sebagai motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu mengembangkan atau menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran tersebut dapat dicerna dengan baik oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator, harus senantiasa memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Untuk mengatasi hal ini, guru diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi dan mengaktifkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang timbul dari kegiatan pembelajaran yaitu model pembelajaran kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan pengenalan lingkungan berdasarkan contoh yang kongkrit atau nyata sehingga permasalahan yang timbul dari aktifitas siswa dan hasil belajar siswa dapat teratasi.
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan membuat hubungan antara pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami materi yang diberikan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas  dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri 11 Kendari  Barat”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari  Barat?“

C.      Tujuan  Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari  Barat dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual.

D.      Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1.         Bagi guru : dapat mengetahui model pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar IPS sehingga konsep-konsep IPS yang diajarkan dapat dikuasai siswa dengan baik.
2.         Bagi siswa : membantu siswa kelas  SD Negeri 11 Kendari Barat dalam upaya meningkatkan hasil belajarnya terhadap pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kontekstual.
3.         Bagi sekolah : menjadi bahan masukan dalam memilih model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas pembelajaran IPS di sekolah.
4.         Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai salah satu sumber referensi untuk mengadakan penelitian berikutnya,  yang relevan dengan penelitian ini.

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Kajian Teori.
1.         Pengertian  Belajar dan Pembelajaran.
Belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar.
Crow dan Crow dalam Afrilianto (2009: 8) menyatakan seseorang dikatakan mengalami proses belajar jika ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Kemudian Slameto dalam Afrilianto (2009: 9) menambahkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sudjana (2000: 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.
Dari uraian di atas, kata kunci dari defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku. Perubahan yang disadari sehingga mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya.
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa inggris instruction, yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya adalah membantu orang belajar, atau manipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs dalam Depdiknas (2003: 26) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian evens (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar) sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya Dimyanti dan Mudjiono dalam Sagala, (2005: 62) mengatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan bahan ajar. Dengan demikian pembelajaran sebagai proses belajar harus ditekankan pada usaha untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan menginstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Oleh karena itu, mengembangkan kegiatan pembelajaran haruslah dirancang untuk memberikan pengalaman belajar pada peserta didik. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Selain itu, kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada pengajar, khususnya siswa agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
2.        Hasil Belajar IPS.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Hasil belajar yang berkualitas dapat diketahui apabila dalam diri individu terjadi suatu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Ahiri (2008:2-5) hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, Sedangkan menurut Reigeluth dalam Ahiri, (2008:4) mengatakan bahwa hasil belajar dapat diukur dari tinggi rendahnya kemampuan belajar seseorang yang ditunjukkan oleh adanya perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman.
Bloom dalam Ahiri, (2008:5-7) mengelompokkan hasil belajar atas 3 aspek, yaitu:
a.              Aspek kognitif berhubungan dengan perubahan pengetahuan.
b.             Aspek afektif berhubungan dengan perkembangan atau perubahan sikap.
c.              Aspek psikomotor berhubungan dengan penguasaan keterampilan motorik.
Aspek kognitif memfokuskan pada kemampuan berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah, pada aspek afektif berkaitan dengan nilai dan sikap, minat dan apresiasi. Sedangkan aspek psikomotor berkaitan dengan belajar yang dimiliki siswa meliputi cara-cara yang berkaitan dengan  mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku,  belajar kelompok, mempersiapkan ujian, menindak lanjuti hasil ujian, mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap, dan cita-cita.
Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu :
1.      Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).  
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi,   perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2.      Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap (Angkowo, 2007 : 51).
Hasil belajar IPS siswa merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri siswa setelah melakukan suatu proses belajar IPS Berdasarkan penilaian yang dilaksanakan guru di sekolah, maka hasil belajar IPS siswa dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk angka (kuantitatif) dan pernyataan verbal (kualitatif). Hasil belajar yang dituangkan dalam bentuk angka misalnya 10, 9, 8, dan seterusnya. Sedangkan hasil belajar yang dituangkan dalam bentuk pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang, dan sebagainya (Djuwairiyah, 2007:16).
3.        Model Pembelajaran Kontekstual
a.        Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks Pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya Pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. (Syaefudin, 2009:168-172) Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Komponen tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian nyata (authentic assessment).
1)        Konstruktivisme.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya.
2)         Inkuiri.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.
3)        Bertanya (questioning).
Bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran; (2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan (5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4)        Masyarakat belajar (learning community).
Masyarakat belajar (learning community). Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.
5)        Pemodelan (modeling).
Pemodelan (modeling). Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran
kontekstual, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
6)        Refleksi (reflection).
Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya dunia pendidikan.


7)        Penilaian nyata (authentic assessment).
Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
b.        Karakteristik dan Prinsip Model Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan pengertian dan konsep model pembelajaran kontekstual, menurut (Syaefudin, 2009:162-164) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kontekstual seperti:
1.        Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang   sudah    ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yamg lainnya.
2.        Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3.        Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut.
4.        Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying   knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya    harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan tingkah laku yang  diperolehnya dari pengetahuan.
5.        Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi
Serta dalam pembelajaran kontekstual, selain konsep dan karakteristik model pembelajaran kontekstual ada pula prinsip-prinsip model pembelajaran kontekstual yaitu : (Elaine B. Jhonson dalam Syaefudin, 2009:165-167) mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan , yaitu: saling ketergantungan ( interdepence ), diferensiasi ( differetiation ), dan perorganisasian ( self organization ).
1)        Prinsip saling ketergantungan,  menurut hasil kajian para ilmuan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung. Begitu pula dala pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja, di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung pada guru, kepala sekolah, tata usaha, orang tua siswa, dan narasumber yang ada di sekitarnya.
2)        Dalam proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan media ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan lingkungan.
3)        Prinsip diferensiasi, yang menunjukkan kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Diferensiasi bukan hanya menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat simbiosis atau saling menguntungkan. Apabila para pendidik memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuan modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan berpengaruh pada alam semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing, sejalan dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini.
4)        Prinsip organisasi diri, setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta ini mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap hal mempunyai organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, ang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya. Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan menerapkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin.


Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kontekstual

No
Aspek pembelajaran
Aktifitas Guru
Aktifitas Siswa
Asas pembelajaran CTL
1.


Tahap perencanaan

-          Menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan model CTL
-          Memberikan apersepsi Memotivasi siswa.

-          Mencermati apa yang disampaikan oleh guru.
-          Menjawab hal-hal yang diketahui tentang materi pelajaran.
-        Konstrukti
visme
-        Tanya jawab

2.

Tahap Pelaksanaan

-          Menjelaskan pelajaran menggunakan model CTL



-          Menyiapkan LKS
-          Membagikan LKS berdasarkan model CTL dan membimbing siswa dalam mengisi LKS.
-          Menyimak penjelasan guru dan mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan materi.
-          Mengerjakan tugas dalam LKS sesuai dengan model CTL dan aktif dalam bertanya.
-        Inquiri
-        Diskusi
-        Pemodelan

3.
Tahap Evaluasi
-          Evaluasi
-          Memberikan penghargaan.
-          Memeriksa hasil jawaban siswa.
-          Menilai pekerjaan siswa.
-          Menyimpul-
kan materi pelajaran dengan dibimbing guru.
-        Refleksi
-        Penilaian nyata
Jhonson dalam Syaefudin, 2009:168)





4. Konsep Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
1. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia harus menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari lingkungannya maupun sebagai hidup bersama, ilmu pengetahuan sosial (IPS) memandang manusia dari berbagai sudut pandang.
          Ilmu pengetahuan sosial (IPS) melihat bagaimana manusia hidup bersama dengan sesamanya, dengan tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh. Bagaimana keserasian hidup dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia maupun linkungan alamnya. Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah manusia dan lingkungannya.
          Setiap manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya dengan ibu yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia taman kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan bertambah luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan masyarakat disekitarnya.
          Dari pengalaman tersebut anak akan mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang yang lebih tua, sebagai anggota masyarakat harus mentaati aturan atau norma-norma yang berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar dan salah. Semua pengetahauan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan sebagai “pengetahuan sosial” dengan demikian dalam diri kita masing-masing dengan kadar yang berbeda-beda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan kenal setelah secara formal memasuki bangku sekolah
          Dari kenyataan di atas dapat kita ketahui bahwa antara aspek-aspek kehidupan itu saling ada keterkaitan, aspek ekonomi terkait dengan aspek psikologi dan sosial-budaya. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar memenuhi aspek ekonomi tetapi manusia juga perlu untuk menambah pengetahuan, seperti yang anda lakukan sekarang ini.
2. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  
Sampai saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan Sumantri  dalam Hidayati dkk (2008:3) Social Science Education Council (SSEC) dan National Council For Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education dan “Social Studies”.
Nama ilmu pengetahuan sosial (IPS) dalam pendidikan dasar dan menengah di Indonesia muncul bersamaan dengan diberlakukanya kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini, maka IPS sabagai bidang studi masih “baru”. Disebut demikian karena cara pandang yang di anutnya memang dianggap baru, walaupun bahan yang dikaji bukanlah hal yang baru. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya. Perpaduan ini dimungkinkan karena mata pelajaran tersebut memiliki obyek material kajian yang sama yaitu manusia.
Hamid Hasan (1996:92) mengungkapkan bahwa pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) diartikan sebagai pendidikan pengetahuan sosial (PS) maupun dalam pengertian pendidikan ilmu-ilmu sosial (IS). IPS dalam pengertian pendidikan pengetahuan sosial dan budaya. Kurikulum yang demikian bertujuan untuk mendidik siswa mengembangkan kemampuan berfikir, sikap, dan nilai untuk dirinya sebagai individu dan maupun sebagai makhluk sosial dan budaya. IPS dalam pengertian pendidikan disiplin ilmu sosial dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum disiplin ilmu. Kurikulum yang demikian akan memakai nama disiplin ilmu sebagai ‘label’ programnya (mata pelajaran) dan juga tujuannya sangat erat hubungannya dengan tujuan disiplin ilmu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka PIPS merupakan salah satu bidang kajian yang diberikan dalam pendidikan formal sejak siswa duduk di Sekolah Dasar sampai Pendidikan Menengah dalam rangka mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Pada jenjang pendidikan dasar IPS merujuk pada mata pelajaran, sedangkan pada jenjang sekolah menengah digunakan dalam hal penjurusan bidang studi, serta pada jenjang Pendidikan Timggi (khususnya LPTK), PIPS merupakan label untuk salah satu fakultas, atau jurusan, yaitu Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (di IKIP) dan Jurusan Pendidikan IPS (di FKIP).
3. Materi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah interarksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan sosial-budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari dimasyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu bidang ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan, menurut Mulyono Tjokrodikaryo dalam Hidayati dkk (2008 : 26)
Ada lima macam sumber materi IPS antara lain :
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi disekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya : mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
c. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan dan keluarga.
Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi ilmu pengetahuan sosial (IPS) sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS yang diperoleh anak didalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari dimasyarakat.
4. Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidikan dapat menentukan usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga didalam negara kita telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah Negara Pancasila  dan UUD 1945, berdasarkan pada falsafah Negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”
Berkaitan dengan tujuan pendidikan diatas, kemudian apa tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuiakan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, pengetahuan sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk :
1.    Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2.    Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3.    Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.    Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
     Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) menurut Nursid Sumaatmadja dalam Hidayati dkk (2008:24) adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara. Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan. Oemar Hamalik dalam Hidayati dkk (200:24).
B.       Hasil Penelitian Yang Relevan.
              Dari hasil penelitian yang dilakukan Irbawati (2010) mengungkapkan penelitian dengan judul “penerapan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di SD Negeri 1 Besulutu Kab. Konawe”. Menyimpulkan bahwa melalui penerapan pendekatan kontekstual hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) dapat ditingkatkan.  
C.      Kerangka Berpikir.
Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru sebagai motivator dan fasilitator dituntut untuk mampu mengembangkan atau menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar agar pelajaran tersebut dapat dicerna dengan baik oleh siswa. Demikian pula guru sebagai fasilitator, harus senantiasa memfasilitasi siswa dengan berbagai media untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Untuk mengajarkan konsep ilmu pengetahuan sosial (IPS), guru sebaiknya memperhatikan kondisi siswa yang diajarnya, dalam hal ini kesiapan siswa, perbedaan kemampuan siswa dan tingkah laku dalam menerima pelajaran serta penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Menyikapi rendahnya pemahaman siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS), maka guru harus memperhatikan perkembangan intelektual siswa, pengalaman belajar dan interaksi belajar siswa.
            Dalam hal ini guru dapat memberikan perlakuan pada proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. Untuk itu, salah satu salah satu alternatif model pembelajaran yang timbul dari kegiatan pembelajaran yaitu model pembelajaran kontekstual yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan pengenalan lingkungan berdasarkan contoh yang kongkrit atau nyata. Model pembelajaran kontekstual ini mempunyai keuntungan untuk meningkatkan aktifitas siswa dan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa.









Konsep kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan 1 sebagai berikut:
Bagan 1. Kerangka Berpikir

Model Pembelajaran Kontektual

INPUT
-  Guru
-  Siswa
OUTPUT
-  Aktifitas Belajar Meningkat
-  Hasil Belajar Meningkat
PROSES
PEMBELAJARAN
 




                                                           
D.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran pembelajaran kontekstual, hasil belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa kelas V SD Negeri 11 Kendari Barat dapat ditingkatkan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Waktu dan Tempat Penelitian
1.    Waktu penelitian: semester genap tahun pelajaran 2010/2011.
2.    Tempat: kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat.
B.     Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang disingkat PTK yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa. Sehingga penelitian ini difokuskan pada tindakan-tindakan sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar ilmu pendidikan sosial (IPS).
C.    Faktor yang Diteliti
Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa faktor yang ingin diteliti.  Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
1.         Faktor siswa: untuk melihat minat dan kemampuan siswa dalam mempelajari IPS
2.         Faktor guru: untuk melihat bagaimana materi pelajaran dipersiapkan dan bagaimana teknik guru dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual.


D.    Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus, dimana pada siklus I  akan dilakukan 2 kali pertemuan dan begitu pun pada siklus ke II akan dilaksanakan 2 kali pertemuan dan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Untuk dapat mengetahui hasil belajar siswa sebelum diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal sebagai bahan acuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa.
Dari hasil observasi dan evaluasi awal maka pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mengikuti prosedur berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi. Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini untuk tiap siklusnya dijabarkan sebagai berikut:
1)   Perencanaan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:
a.    Membuat skenario pembelajaran.
b.    Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika model pembelajaran kontekstual diaplikasikan.
c.    Menyiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep-konsep IPS dengan baik.
d.   Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai siswa.
e.    Menyiapkan jurnal.
2)   Pelaksanaan tindakan; kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat.
3)   Observasi dan evaluasi; pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dan melakukan evaluasi.
4)   Refleksi; hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
Adapun rencana kegiatan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:









S
I
K
L
U
S

I
 





S
I
K
L
U
S
II

 












(Tim Proyek PGSM, 1999:27) telah dikembangkan.


E.     Data dan Sumber Data
1.    Jenis data: jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.
2.    Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru.
F.     Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a.       Data tentang proses pelaksanaan model pembelajaran kontektual diambil dengan menggunakan lembar observasi.
b.      Data tentang hasil belajar siswa diambil menggunakan tes hasil belajar.
c.      Data tentang refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal.
2. Teknik Analisis Data
Menurut Mames dalam Muhammad Rustam (2010: 53) untuk mengetahui tingkat penguasaan atau ketuntasan belajar, menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Analisis Hasil Belajar
               
Ketuntasan hasil belajar siswa telah tercapai bila minamal 75% dari jumlah siswa telah mencapai rerata nilai 65,00 secara perorangan
2. Analisis Aktivitas Guru dan Aktvitas Siswa.
Data hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa melalui lembar observasi diolah secara manual kemudian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel persentase.
G.    Indikator Kinerja
Keberhasilan penelitian ini dapat dilihat dari dua segi yaitu : Pertama, dari segi proses dikategorikan berhasil apabila minimal 80% proses pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan skenario pembelajaran. Kedua, dari segi hasilnya tindakan dikategorikan berhasil apabila minimal 75%  siswa telah memperoleh nilai minimal 65,00 secara perorangan. Hal ini merupakan ketetapan sekolah yang diterapkan di SD Negeri 11 Kendari Barat dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan apabila siswa tersebut telah memperoleh nilai minimal 65,00 (berdasarkan hasil laporan di sekolah).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts