BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Inti dari
kegiatan pendidikan adalah suatu proses belajar, karena dengan belajar tujuan
pendidikan akan tercapai. Oleh karena itu kegiatan belajar sangat penting
karena berhasil tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan sangat ditentukan
oleh baik tidaknya kegiatan belajarnya. Melalui proses belajar seseorang dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya maupun yang ada pada lingkungannya guna
meningkatkan taraf hidupnya.
Slameto
(2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Gredler dalam Angkowo (2007:47) menyatakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan yang telatif dan permanen dari suatu
kecenderungan. Hamalik (2003:27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingatkan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami.
Selanjutnya
Winkel dalam Angkowo (2007:48) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan pengetahuan,
keterampilan, nilai, sikap dan perubahan yang bersifat relatif konstan dan
berbekas. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungannya.
Dari
pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku yang mengakibatkan bertambahnya
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi
individu dengan lingkungannya.
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia
yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara
simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara
pengmbangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran
hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang
guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainya) dalam
rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009: 17).
Menurut Soemosasmito dalam Trianto (2009:20) suatu pembelajaran dikatakan efektif
apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:
1)
Presentasi
waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM;
2)
Rata-rata
perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa;
3)
Ketetapan
antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan
belajar) diutamakan; dan
4)
Mengembangkan
suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan
butir (4).
Dari makna ini jelas terlihat bahwa
pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik,
dimana diantara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah
menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Hasil Belajar IPA
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan pada pembahasan awal
dapat dijelaskan bahwa hasil belajar sebagai suatu hasil yang dicapai pada
kegiatan karena adanya penambahan pengetahuan dan perubahan tingkah laku berkat
pengalaman dan latihan teratur. Dengan
demikian, hasil belajar adalah juga menyangkut skor atau nilai hasil belajar
siswa itu sendiri.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu :
1.
Faktor internal (dari dalam
individu yang belajar).
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini
lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor
yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian,
pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2.
Faktor eksternal (dari luar
individu yang belajar).
Pencapaian tujuan belajar
perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan
berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah
mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap (Angkowo, 2007: 51).
Hasil
belajar IPA diperoleh dari suatu proses belajar IPA. Jadi hasil belajar IPA
merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah melakukan
suatu proses belajar IPA. Winkel dalam Angkowo (2007:51) mengemukakan bahwa hasil belajar yang
dihasilkan oleh murid menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.
Sebagai wujud dari adanya perubahan itu dapat dilihat dari hasil belajar
yang dihasilkan oleh murid terhadap pertanyaan/persoalan tugas yang diberikan
oleh guru. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diartikan bahwa hasil
belajar IPA adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai siswa dalam belajar IPA.
3. Konsep Pembelajaran Materi Pokok Tanah, Air dan Alam Sekitar
Tanah merupakan hasil proses
pelapukan dan merupakan campuran batu-batuan lapuk dan humus. Humus adalah
bahan yang dihasilkan oleh penghancuran sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang
merupakan hara (nutrient) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Humus
bercampur dengan lempeng dan pasir, memperkaya bahan-bahan makanan dalam tanah.
Bahan-bahan lain juga terdapat di dalam tanah, misalnya udara, air, dan makhluk
hidup (Sumardi, 2009:123).
Menurut Prihantoro dalam Sumardi (2009:125) mengatakan
bahwa pengambilan air tanah makin lama makin bartambah besar karena pertumbuhan
penduduk yang memerlukan tempat tinggal baru. Pembangunan perumahan di
pinggiran kota makin lama makin pesat, sehingga membutuhkan air tanah juga
makin meningkat. Perbedaan kepentingan kadang-kadang menimbulkan pertentangan
antara beberapa pihak. Petani tetap membutuhkan air untuk pertanian, sementara
pengembangan perumahan kadang-kadang membangun kompleks perumahan di kawasan
pertanian yang subur.
Sumber daya alam terdiri dari yang
dapat diperbaharui (yaitu: tanah dan air) serta sumber daya alam yang tidak
dapt diperbaharui (yaitu: mineral, batubara, minyak bumi dan gas alam).
Cara-cara pengendalian erosi antara lain
pembajakan minimum, pertanian kontur, penanaman dalam barisan, terasering,
reklamasi selokan liar, dan lajur pelindung. Cara-cara mencegah penurunan hara
antara lain penggunan organik, penggnaan pupuk buatan, dan penanaman bergilir
(Sumardi, 2009:127).
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang terfokus pada
penggunaan kelompok-kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Trianto, 2009:56).
Johnson-Johnson
dalam Trianto (2009:57) pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama,
yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang anggotanya 4 sampai 5 orang siswa dan diarahkan
untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas
pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi
untuk memecahkan masalah. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
adalah : 1) saling ketergantungan yang positif, 2) dapat
dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen, 4) berbagi kepemimpinan,
5) berbagi tanggung jawab, 6) ditekankan pada tugas dan kebersamaan, 7) mempunyai
ketrampilan dalam hubungan sosial, 8) guru mengamati, dan 9) efektivitas
tergantung pada kelompok
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran
yaitu:
1. Berkaitan
dengan hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
2. Penerimaan
terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif
bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
macam perbedaan latar belakang seperti perbedaan ras, budaya, kelas sosial,
agama, kemampuan maupun ketidakmampuan, dan memberi peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugasnya.
3. Pengembangan
keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja
sama dan kolaborasi (Ibrahim dkk, 2000:7-9).
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Salah satu tipe pendekatan dalam
model pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD. Metode STAD ini dikembangkan
oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang paling sederhana dan
paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan
tipe STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu,
baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim,
masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota
yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemauan (tinggi, sedang,
rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian
saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau tiap dua
minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan
akademik yang telah dipelajari. Tiap
siswa dan tiap Tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan
kepada siswa secara individu atau tim yang meraih hasil tinggi atau memperoleh
skor sempurna diberi penghargaan (Trianto, 2009:55).
Menurut Slavin dalam
Wena (2009:193) model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah tipe model
pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen
baik kemampuan (tinggi, sedang, rendah), jenis kelamin, maupun ras dan etnik
dengan beranggotakan 4-5 orang, diskusi LKS secara kolaboratif,
sajian-persentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan
buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan
individual dan berikan reward (penghargaan). Sehingga dari
sintaks guru dapat membuat langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual
sehingga akan diperoleh skor awal.
3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4
sampai 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
kesetaraan jender.
4) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok
untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
Masih menurut Slavin dalam
Widyantini (2006:15) guru memberikan penghargaan pada kelompok diskusi
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal)
ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan
nilai penghargaan kepada kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dijelaskan
sebagai berikut:
Langkah – langkah memberi penghargaan kelompok:
1)
Menentukan nilai dasar
(awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal
atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
2)
Menentukan nilai tes/kuis
yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis
I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa
yang kita sebut nilai kuis terkini.
3)
Menentukan nilai peningkatan
hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini
dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut
ini :
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kuis Dalam STAD
Kriteria
|
Nilai Peningkatan
|
Nilai
kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin dibawah nilai awal
|
5
|
Nilai
kuis/tes terkini turun 1 sampai 10 poin dibawah nilai awal
|
10
|
Nilai
kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 diatas nilai awal
|
20
|
Nilai
kuis/tes terkini lebih dari 10 poin diatas nilai awal
|
30
|
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai
peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat
cukup, baik, hebat, dan super.
Kriteria untuk status
kelompok :
Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15
(Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15).
Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20
(15 ≤ Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20).
Hebat, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25
(20 ≤ Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25).
Super, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama
dengan 25 (Rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25).
Sudikin (2002:16) mengemukakan
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
1) Siswa
lebih mampu mendengar, menghormati, serta menerima orang lain.
2) Siswa mampu mengidentifikasi akan perasaannya juga
perasaan orang lain.
3) Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti orang
lain.
4) Siswa mampu meyakinkan dirinya untuk orang lain
dengan membantu orang lain dan meyakinkan dirinya untuk saling memahami
dan mengerti.
5) Mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil
guna dan berdaya guna, kreatif, bertanggung jawab, mampu mengaktualisasikan dan
mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan yang terjadi.
B.
Penelitian
yang Relevan
Penelitian
yang dilakukan oleh I Made Surianta pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas V SD
Negeri 1 Banjarangkan dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan media VCD dalam pembelajaran.
C.
Kerangka
Berpikir
Proses belajar seorang siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Agar prestasi belajar yang baik dapat
tercapai maka harus diupayakan seluruh faktor yang ada dapat mendukung proses
belajar seorang siswa. Demikian pula halnya dengan proses belajar IPA.
Penggunaan model pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat dan kreativitas belajar IPA sangat penting sebagai
upaya untuk meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Model pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang secara prosedural dirancang
untuk dapat dapat membangkitkan minat
dan kreativitas balajar siswa. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah
tipe STAD.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan model pembelajaran yang menggutamakan kerja sama antara kelompok- kelompok kecil dalam mempelajari
materi pelajaran melalui diskusi memungkinkan siswa mempunyai kesempatan yang
luas untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pemantauan yang dilakukan oleh
guru dalam kegiatan kelompok memungkinkan guru dapat lebih mengetahui siswa
yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran dan guru dapat
memberikan bimbingan secara langsung kepada siswa tersebut, dengan demikian
akan jarang ditemukan siswa-siswa yang
tidak memahami materi pelajaran ketika materi pelajaran disajikan.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka,
hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
pokok Tanah, Air dan Alam Sekitar di kelas V SD Negeri Timbala Kec. Poleang
Kabupaten Bombana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar